Pengertian
Shalat Dhuha
Yang dimaksud
dengan shalat Dhuha adalah shalat sunnat yang dikerjakan pagi hari pada saaat
matahari sedang naik. Shalat Dhuha ini mempunyai kedudukan dan keutamaan yang
tinggi sehingga dalam suatu hadits yang diterangkan oleh Imam Syaukani berkata
bahwa dua rakaat shalat Dhuha mengantikan tiga ratus enam puluh kali sedekah.
Shalat Dhuha
merupakan salah satu shalat yang penting, dan secara khusus mempunyai arti
shalat yang berhubungan dengan permohonan limpahan anugerah rizqi.
Keutamaan
Shalat Dhuha
Telah diterangkan
dalam beberapa hadits bahwa shalat Dhuha mempunyai keutamaan dan faedah yang
besar, sehingga dengan tingginya keutamaan shalat Dhuha ini Rasulullah
mengatakan bahwa shalat Dhuha ini adalah shalatnya para nabi, para shalihin,
para shiddiqin, dan para tawwabin.
Dengan
melaksanakan shalat Dhuha, maka baik sekali untuk memohon ampun, dari sisi
mencari ketentraman lahir batin dalam kehidupan, dan dari sisi memohon
kelapangan rizqi kepada Allah. Karena begitu pentingnya maka dianjurkan sekali
untuk mengerjakan shalat Dhuha ini secara istiqamah. Yang dimaksudkan adalah
mengamalkannya secara rutin setiap hari.
Berikut ini
beberapa hadits yang menerangkan akan pentingnya dan keutamaan shalat Dhuha,
sebagai berikut :
Dari Abu Hurairah ra. bahwa
Nabi Muhammad saw bersabda :
“Rasulullah
saw bersabda: “Barangsiapa yang dapat mengamalkan shalat Dhuha dengan langgeng,
akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan”.
(HR.Turmudzi).
Dari Nuwas bin Sam’an ra. Bahwa
Rasululah saw bersabda :
“Allah
‘Azza Wajallah berfirman: Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas
mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (yaitu shalat Dhuha),
niscaya pasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim dan
Thabrani).
Dalam kitab “An nuraini
fiisylahid daraani” diterangkan bahwa Rasulullah bersabda :
“Shalat
Dhuha itu mendatangkan rizqi dan menolak kefakiran, dan tidak ada yang akan
memelihara shalat dhuha, kecuali orang-orang yang bertaubat.”
Dari Abi Zar r.a. dari
Nabi SAW, beliau bersabda,
“Setiap pagi ada kewajiban untuk bersedekah untuk
tiap-tiap persendian (ruas). Tiap-tiap tasbih adalah sedekah, riap-tiap tahlil
adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, dan menganjurkan kebaikan
serta mencegah kemungkaran itu sedekah. Cukuplah menggantikan semua itu dengan
dua raka'at salat Dhuha.” (HR Muslim)
Hukum
Shalat Dhuha
Hukum mengerjakan
shalat Dhuha adalah sunnat muakkad (sangat dianjurkan atau dipentingkan untuk
mengerjakannya). Jadi bagi seseorang yang menginginkan mendapat pahala maka
hendaklah mengamalkannya, dan jika tidak maka tidak ada halangan atau tidak
berdosa meninggalkannya.
Dalam suatu hadits
dari Abu Said ra. Berkata :
“Rasulullah
saw senantiasa shalat dhuha sampai-sampai kita mengira bahwa beliau tidak
pernah meninggalkannya, tetapi kalau sudah meninggalkan sampai-sampai kita
mengira bahwa beliau tidak pernah mengerjakannya.”
Dari Abu Hurairah
ra. Berkata :
“Nabi
saw yang tercinta memesan padaku tiga hal, yaitu berpuasa tiga hari dalam
setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan berwitir dulu sebelum tidur.”
Waktu
Shalat Dhuha
Seperti halnya
shalat-shalat yang lain, untuk mengerjakan shalat Dhuha ini ada juga ketentuan
waktunya. Dan waktu untuk mengerjakan shalat Dhuha adalah dimulai saat matahari
sudah naik kira-kira sepenggalah atau kira-kira setinggi 7 hasta dan berakhir
di saat matahari lingsir (sekitar pukul 7 sampai masuk waktu Dhuhur), akan
tetapi disunnatkan melaksanakannya di waktu yang agak akhir yaitu di saat
matahari agak tinggi dan panas terik.
Dari Zaid bin
Arqam ra. berkata :
“Nabi
saw keluar menuju tempat ahli Quba’, di kala itu mereka sedang shalat Dhuha,
lalu beliau bersabda: Ini adalah shalat orang-orang yang sama kembali kepada
Allah yakni di waktu anak-anak unta telah bangkit karena kepanasan waktu dhuha
(HR. Ahmad dan Muslim).
Jumlah
Rakaat Shalat Dhuha
Banyak sekali
hadits-hadits yang menerangkan tentang jumlah rakaat dari shalat Dhuha. Tetapi
dari beberapa hadits itu disimpulkan bahwa bilangan rakaat dalam shalat Dhuha
itu paling sedikitnya ialah dua rakaat, dan paling banyak adalah dua belas
rakaat, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw, dan Rasulullah saw sendiri
mengerjakan delapan rakaat.
“Dari
Abu Hurairah ra. berkata: “Nabi saw yang tercinta memesan padaku tiga hal,
yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan
berwitir dulu sebelum tidur.” (HR. Buchori dan Muslim)
“dari
Aisyah ra berkata : Rasulullah biasa melaksanakan shalat Dhuha empat rakaat,
dan kadang-kadang melebihi dari itu sekehendak Allah.” (HR. Ahmad, Muslim, dan
Ibnu Majah)
“Dari
Anas ra berkata : Bersabda Rasulullah saw: Barangsiapa yang shalat Dhuha dua
belas rakaat, maka Allah bangunkan baginya gedung di surga.”
Surat
Yang Dibaca Untuk Shalat Dhuha
Berikut ini surat-surat
yang dibaca dalam shalat Dhuha setelah surat Al Fatihah menurut beberapa
keterangan yang ada, yaitu :
Diperbolehkan membaca surat apa
saja yang dianggap mudah.
“Bacalah
oleh kamu apa saja ayat yang mudah dari Al Qur’an.
Jika dikerjakan dua rakaat,
maka disunnatkan :
- pada rakaat pertama setelah
membaca Al Fatihah, membaca surat As Syamsy yaitu wasysyamsi wadldluhaaha”
- pada rakaat kedua setelah
membaca Al Fatihah, membaca surat Ad Dhuha
Jika dikerjakan lebih dari dua
rakaat salam, maka yang selebihnya :
- pada rakaat pertama membaca
surat Al Kafirun, dan
- pada rakaat kedua membaca surat
Al Ikhlas.
Dari Uqbah bin Aanur berkata
bahwa Rasulullah saw pernah bersabda :
“Shalatlah
dua rakaat Dhuha itu dengan membaca surat Wasy Syamsi Wadhuhaaha dan surat Wah
Dhuha.”
Jika dikerjakan dua rakaat,
masing-masing sesudah membaca surat Al Fatihah :
- pada rakaat pertama membaca
ayat Kursi 10x, dan
- pada rakaat kedua membaca surat
Al Ikhlas 10x.
Rasulullah saw bersabda :
Dari
Anas ra. Dari Nabi saw: “Barangsiapa yang melaksanakan shalat Dhuha membaca
pada rakat pertama surat Fatihah dan ayat kursi sepuluh kali serta pada rakaat
yang kedua sesudah Fatihah membaca surat Al Ikhlas sepuluh kali, pasti ia
mendapat keridhaan yang terbesar dari Allah.”
Tuntunan
Shalat Dhuha
- Niat : Ushalli sunnatadl
dluhaa rak’atini lillaahi ta’aalaa.("Aku berniat
shalat Dhuha dua rakaat, karena Allah ta’ala.”)
- Takbiratul Ihram
- Doa Iftitah
- Surat Al Fatihah
- Membaca Surat Al Qur’an (rakaat
pertama Surat Asy Syams, rakaat kedua Surat Adh Dhuhaa)
- Ruku
- I’tidal
- Sujud
- Duduk diantara dua sujud
- Sujud kedua
- Duduk Tasyahud/tahiyat akhir
- Salam
- Doa selesai shalat
Wirid
Untuk Rizqi
1. Membaca Istighfar
Astagfirullahal ‘adhiimi 100x
“Saya mohon ampun kepada Allah
yang maha Besar.”
2. Bertawassul
Tawassul
adalah membaca surat Al Fatihah yang dihadiahkan atau ditujukan kepada:
a. Rasulullah saw
b. Syekh Abdul Qadir Jailani
c. Syekh Hasan Syazali
d. Kedua Orang Tua
e. Seluruh muslimin dan muslimat
3. Membaca Wirid
Yaa kaafii, yaa
ghanii, yaa fattaah, yaa razzaq. 100x
“Wahai Dzat yang memberi
kecukupan
Wahai Dzat yang memberi
kekayaan
Wahai Dzat yang memberi jalan
keluar
Wahai Dzat yang memberi Rizki”.
4 4. Membaca Doa
Allohumma
innad dhuha’a dhuha uka, wal baha’a baha uka, wal jamala jamaluka, wal quwwata
quwwatuka, wal qudhrota qudhrotuka, wal ismata ismatuka. Allohumma in kana
rizqi fii sama’i fa’anzilhu, wain’kana fil ardhi fa akhrijhu, wa’inkana mu’
syaron fa yasyirhu, wa’in kana haroman fathohirhu, wa’inkana ba’idan
faqorib’hu, bihaqi dhuha’ika, wabaha’ika, wa’jamalika, wa quwwatika, wa
qudhrotika, aatini ma’ataiyta ibadakas sholihin.
“Ya Allah, bahwasannya waktu dhuha itu
adalah waktuMU, dan keagungan itu adalah keagunganMU, dan keindahan itu adalah
keindahanMU, dan kekuatan itu adalah kekuatanMU, dan perlindungan itu adalah
perlindunganMU. Ya Allah, jika rizkiku masih di atas langit, maka turunkanlah,
jika masih di dalam bumi, maka keluarkanlah, jika masih sukar, maka
mudahkanlah, jika (ternyata) haram, maka sucikanlah, jika masih jauh, maka
dekatkanlah, Berkat waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan dan
kekuasaanMU, limpahkanlah kepada kami segala yang telah Engkau limpahkan kepada
hamba-hambaMU yang sholeh.”
Alahumma yaa
ghaniyyu yaa hamiidu yaa mubdi’u yaa muiidu yaa rahiimu yaa waduudu ahninii
bihalaalika ‘anharaamika wakfinii bifadl lika ‘amman siwaaka washalalahu ‘alaa
muhammadin wa aalihi washahbihi wasallama.
“Ya Allah, wahai
Dzat yang Maha Kaya, wahai Dzat yang Maha Terpuji, wahai Dzat yang Memulai,
wahai Dzat yang mengembalikan, wahai Dzat yang Maha Penyayang, wahai Dzat yang
mencintai, Cukupilah kami dengan kehalalanMu, jauh dari keharamanMu, cukupilah
kami dengan anugerahMu, jauh dari selain Engkau. Semoga Allah melimpahkan
rahmat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat
beliau.”
Pelajaran Berpikir Positif dari Surat Adh-Dhuha
Surat
Adh-Dhuha memberikan pengajaran dengan sangat mendalam tentang Berpikir
Positif. Di lain pihak, Shalat Sunnah Dhuha banyak dianggap sebagai Shalat
Sunnah mohon rezki. Lantas apa hubungan dari hal itu semua?
Arti dari Dhuha adalah
saat matahari naik di pagi hari. Oleh karena itu waktu ideal melaksanakan
shalat Dhuha adalah ketika matahari naik sepenggalan atau sekitar pukul 8,
walaupun diperkenankan sejak matahari mulai terbit (sekitar pukul 6.00 s.d
6.30).
Surat ini dimulai
dengan qasam (sumpah) dengan huruf wâw (و) dan dhuhâ (ضُحَى) sebagai muqsamu bih-nya (مُقْسَمٌ بِهِ, obyek yang digunakan untuk bersumpah). Pendapat
yang berlaku di kalangan ulama terdahulu mengatakan bahwa sumpah al-Qur’an
dengan wâw mengandung makna pengagungan terhadap muqsamu bih (مُقْسَمٌ بِهِ). Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa sumpah
Allah dengan sebagian makhluk-Nya menunjukkan bahwa ia termasuk tanda-tanda
kekuasaan-Nya yang besar. Menurut Muhammad Abduh, sumpah dengan dhuhâ (cahaya
matahari di waktu pagi) dimaksudkan untuk menunjukkan pentingnya dan besarnya
kadar kenikmatan di dalamnya. Berarti pada saat matahari naik di pagi hari
(Dhuha) dan pada saat sunyinya malam ada rahasia penting tentang nikmat Allah
di dalamnya.
Mari kita renungkan
satu persatu lanjutan ayat-ayatnya.
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ
“Tuhanmu tiada
meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu”
Para mufassir sepakat
bahwa latar belakang turunnya surat ini adalah keterlambatan turunnya wahyu kepada
Rasulullah SAW Keadaan ini dirasakan berat oleh Rasul, sampai-sampai ada yang
mengatakan bahwa Muhammad SAW telah ditinggalkan oleh Tuhan nya dan
dibenci-Nya.
Ayat ini memberikan
taujih (arahan) kepada Rasulullah SAW agar tetap berpikir positif kepada Allah
SWT, dan tidak menduga-duga hal negatif atau hal buruk seperti yang ada di
pikiran orang-orang munafik dan musyrik.
وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ
وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللَّهِ
ظَنَّ السَّوْءِ ۚ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ
“dan supaya Dia
mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik
laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah.
Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk…” (QS. 48 ayat 6)
Jika pun hidup kita
berjalan tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Yakinlah hari-hari kemudian
akan lebih baik dari hari-hari sekarang dan hari-hari yang telah lalu.
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
“Dan sesungguhnya hari
kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)”
Berprasangka baiklah
Allah SWT akan memberikan karunia dan rahmat yang besar di hari-hari esok, dan
JANGAN BERPUTUS ASA!
اِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْفَأَلَ و يَكْرَهُ
التَّسَاؤُم
“Sesungguhnya Allah
mencintai sikap optimis dan membenci sikap putus asa” (Hadits)
Kalaupun sepanjang
hidup kita di dunia selalu dalam kesulitan dan kesempitan, kita tetap berpikir
positif bahwa kelimpahan dan kenikmatan akan Allah berikan kepada kita di Hari
Akhirat. Maka orang yang bisa berpikir positif seperti itu, tetap tersenyum
bahagia dalam menjalankan kehidupan sulitnya di dunia.
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ
“Dan kelak Tuhanmu
pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”
Optimis dan yakin
berjumpa Allah di hari Akhir nanti dan mendapatkan limpahan karunia-Nya yang
tak terkira, sungguh akan memuaskan hati kita. Karunia Allah kepada penduduk
dunia seperti air menetes dari jari yang dicelupkan ke lautan, dibandingkan
karunia Allah di hari Akhirat yang seluas lautan itu sendiri.
Bagaimana agar kita
selalu berpikir positif? Ingatlah semua nikmat-nikmat Allah yang jika kita
hitung tentu tidak akan sanggup.
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ,
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ, وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى
“Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk? Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?”
Ingat, renungkan
rasakan betapa luas nikmat Allah kepada kita. Apa nikmat Allah yang paling Anda
syukuri? Di antaranya adalah, Anda bisa melihat tulisan ini, yang melibatkan
kerja milyaran sel, prajurit-prajurit Allah SWT. Bagaimana jika sel-sel itu
tidak bekerja?
Yuk kita bersyukur
dengan lisan, pikiran dan perasaan. Nikmat sekecil apapun! Dengan lisan ucapkan
“Alhamdulillah”, didukung dengan pikiran dan perasaan kita. Sampaikan rasa
terima kasih tak berhingga seperti seorang pengemis yang berhari-hari
kekurangan makan dan diberi makan oleh seorang kaya, seperti seorang pasien
yang sudah berbulan-bulan menderita sakit dan disembuhkan dengan bantuan
seorang dokter. Yang Allah berikan kepada kita lebih dari orang kaya dan dokter
tersebut di atas, namun mengapa kita lupa mengucapkan terima kasih kepada-Nya?
Pantas jika Allah belum menambah nikmat kepada kita, nikmat-nikmat yang lalu
saja belum kita syukuri sebagaimana mestinya.
Kalaupun ada kesulitan
dan kekurangan dalam hidup kita, tetap saja karunia dan kelimpahan dari Allah
masih jauh lebih besar. Lihatlah ke bawah, orang-orang yang lebih susah dari
kita, lebih sakit dari kita, lebih miskin dari kita. Jangan selalu melihat ke
atas. Melihat ke bawah akan menghaluskan jiwa, melembutkan perasaan,
menghidupkan syukur dan mengobati stress, ketidakpuasan dan putus asa.
Setelah bersyukur
dengan lisan, pikiran dan perasaan, syukur sejati adalah syukur dengan ‘amal.
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ,
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
“Sebab itu, terhadap
anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang
minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”
Seorang yang bersyukur
akan memanfaatkan nikmat-nikmat yang diperolehnya untuk ibadah, amal shalih,
dan perbuatan baik terhadap sesama. Itulah yang dimaksud dalam ayat pamungkas
surat ini :
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat
Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.
Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber.