Menyambut hari kemerdekaan RI tahun ini, tidak ada salahnya saya mengajak pembaca sekalian untuk melihat kembali sejarah, latar belakang terjadinya Proklamasi Kemerdekaan RI, 66 tahun yang lalu, dan cara kita memperingati dan memaknai arti kemerdekaan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Latar Belakang Sejarah
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat
yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia.
Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki
sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir
telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada
Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai
hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat,
Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa
pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia
dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari,
tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir
mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena
Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi
menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro
Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di
Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan
proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah
yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia
belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak
memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan
Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah'
dari Jepang (sic).
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang
masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan
mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir,
Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC.
Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan
muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak
menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak
menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita
sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda,
di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda
menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan
mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta
masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan
Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di
kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan
kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari
beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak
dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak
tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno
bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan
Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan
golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo
melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf
Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok.
Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta.
Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu -
buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka
pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang
kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan
setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi)
sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura,
Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk
menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa
sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo,
tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan
Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat,
Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir
Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido,
ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta
agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara
pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan
diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar
Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira
penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia
tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.
Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan
Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan
teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan
disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah,
Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di
kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada
kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri
penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu
hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno
menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power".
Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak
ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim
Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik
naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor
perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Naskah asli proklamasi yang ditempatkan di Monumen Nasional |
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00
dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi
Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M
Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik
oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.
Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh
Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah
Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul
dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti
diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan
pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab
itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor
yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak
mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka
menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak.
Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto
Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil
presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden
akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Isi Teks Proklamasi
Naskah Klad
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
-
-
- Djakarta, 17-8-05
- Wakil-wakil bangsa Indonesia.
- Soekarno/Hatta
-
Naskah baru setelah mengalami perubahan
Di dalam teks proklamasi terdapat beberapa perubahan yaitu terdapat pada:
- Kata tempoh diubah menjadi tempo
- Kata Wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi Atas nama bangsa Indonesia
- Kata Djakarta, 17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 08 tahun '05
- Naskah proklamasi klad yang tidak ditandatangani kemudian menjadi otentik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta
- Kata Hal2 diubah menjadi Hal-hal
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
-
-
- Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
- Atas nama bangsa Indonesia.
- Soekarno/Hatta
-
Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.
Naskah Otentik
Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.
-
-
-
-
-
-
-
- Proklamasi
-
-
-
-
-
-
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal² jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
-
-
- Djakarta, 17-8-'05
- Wakil2 bangsa Indonesia.
-
Cara Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945
masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk
menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia,
merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami
keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa.
Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa
proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya
ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 di daerah Jakarta
dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari
itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio
dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA),
Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan
Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang
markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut.
Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke
ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi
telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran
berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk
terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah
jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran
tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat
berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945
pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang
masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama
Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata
membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya
Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan
pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah
selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita
proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir
seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945
memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran
pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang
berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan
Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat
Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding
tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect our Constitution, August 17!(Hormatilah
Konstitusi kami tanggal 17 Agustus!) Melalui berbagai cara dan media
tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat
tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping
melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung
oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para
utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
- Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
- Sam Ratulangi dari Sulawesi.
- Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
- A. A. Hamidan dari Kalimantan.
Peringatan 17 Agustus 1945
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Mulai dari lomba panjat pinang, lomba makan kerupuk, sampai upacara militer di Istana Merdeka, seluruh bagian dari masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara masing-masing.
Lomba-lomba tradisional
Perlombaan yang seringkali menghiasi dan meramaikan Hari Proklamasi
Kemerdekaan RI diadakan di kampung-kampung/ pedesaan diikuti oleh warga
setempat dan dikoordinir oleh pengurus kampung/ pemuda desa
- Panjat pinang
- Balap bakiak
- Tarik tambang
- Sepeda lambat
- Makan kerupuk
- Balap karung
- Perang bantal
- Pemecahan balon
- Pengambilan koin dalam terigu
- Lari Kelereng
Peringatan Detik-detik Proklamasi
Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara.
Peringatan ini biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun
televisi. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan
sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Pusaka), pembacaan naskah Proklamasi, dll. Pada sore hari terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.
2. Makna Mengisi Kemerdekaan
Saat hari kemerdekaan Republik Indonesia diperingati, bocah Esta yang
kini baru duduk di bangku SMP kelas 1, sering bingung. Bocah tersebut
merasa bingung karena membaca slogan yang panjang, yang berisi kiprah
mengisi kemerdekaan. Lantas dengan cara apa saya harus mengisi
kemerdekaan ini ? kata Esta di dalam hati.
Di saat bocah itu lagi kebingungan, di rumahnya kedatangan tamu, Eyang
Rusydi, kakeknya sendiri yang selama ini tinggal di kota lain. Bocah ini
lantas bertanya kepada kakek, tentang makna mengisi kemerdekaan. Dengan
sikap arif, kakeknya menjawab bahwa bagi bocah usia sekolah: belajar
tekun dengan sepenuh hati, itulah cara mengisi kemerdekaan. Sedangkan
bagi mereka yang sudah dewasa, bekerja membanting tulang dengan sepenuh
hati, itulah cara yang paling tepat untuk mengisi kemerdekaan.
Pembaca sekalian, seringkali makna mengisi kemerdekaan negara kita,
memang ditulis dalam slogan yang panjang dan sulit dipahami. Padahal
mengisi kemerdekaan, adalah hal yang amat sederhana tapi sekaligus
sangat vital.
Jika kita seorang pelajar atau mahasiswa, maka belajar
secara maksimal agar meraih hasil terbaik, itulah bukti bahwa kita sudah
mengisi kemerdekaan. Jika suatu saat kita gagal berprestasi dalam
belajar, misalnya gagal naik kelas atau tidak lulus dalam ujian akhir,
kita tidak boleh berputus asa. Tidak naik kelas atau tidak lulus ujian,
hakikatnya bukan gagal tapi kita diminta lebih banyak belajar.
Bangkit dan belajarlah lebih keras lagi tanpa kenal putus asa, niscaya
kesuksesan akan diraih di masa mendatang. Orang cerdas, bukanlah mereka
yang tidak pernah gagal sama sekali dalam mencari ilmu. Orang cerdas
adalah mereka yang kendati pernah gagal, namun belajar lebih keras lagi,
sehingga mencapai prestasi terbaik.
Sedangkan bagi mereka yang sudah
dewasa, bekerja keras tanpa kenal menyerah, itu bukti bahwa kita sudah
mengisi kemerdekaan. Apapun pekerjaan kita, mulai presiden direktur
hingga tukang cukur, asal itu dikerjakan dengan serius dan
sungguh-sungguh, berarti kita sudah mengisi kemerdekaan. Apapun yang
kita kerjakan, asal bermanfaat bagi diri dan keluarga kita, bermanfaat
bagi warga di sekitar kita, dan bermanfaat bagi perkembangan bangsa,
berarti kita sudah turut andil mengisi kemerdekaan.
Dirgahayu Republik Indonesia, mari kita isi kemerdekaan ini dengan kerja
keras dan pantang menyerah. Apapun profesi kita, cintailah profesi
tersebut dengan sepenuh hati. Jika kita cinta penuh pada profesi yang
sedang ditekuni, maka profesi tersebut juga akan mencintai kita dengan
memberi imbalan finansial yang maksimal. Jangan setengah-setengah dalam
menjalani profesi. Tidak ada kesuksesan dalam hidup, yang tidak ditempuh
dengan kerja keras. Tidak ada orang yang berhasil dalam hidup, jika
hanya berpangku tangan. Semua kesuksesan pasti diawali dengan kerja
keras dan kerja cerdas
Demikian pula pahlawan kita di masa lalu, saat memperjuangkan
kemerdekaan Republik Indonesia. Para pahlawan kerja keras tanpa kenal
lelah, bertekat baja tanpa kenal menyerah, sehingga akhirnya tercapailah
kemerdekaan RI yang dicita-citakan bersama. Tanpa kerja keras para
pahlawan, niscaya kemerdekaan hanya akan jadi angan-angan. Semangat
pantang menyerah para pahlawan inilah, yang perlu kita transfer ke jati
diri kita segenap bangsa Indoensia. “Merdeka berarti kerja keras untuk
mencapai sukses”.
Merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar