Selasa, 08 November 2011

Shalat Dhuha, Makna dan Pengamalannya


Pengertian Shalat Dhuha

Yang dimaksud dengan shalat Dhuha adalah shalat sunnat yang dikerjakan pagi hari pada saaat matahari sedang naik. Shalat Dhuha ini mempunyai kedudukan dan keutamaan yang tinggi sehingga dalam suatu hadits yang diterangkan oleh Imam Syaukani berkata bahwa dua rakaat shalat Dhuha mengantikan tiga ratus enam puluh kali sedekah.

Shalat Dhuha merupakan salah satu shalat yang penting, dan secara khusus mempunyai arti shalat yang berhubungan dengan permohonan limpahan anugerah rizqi.

Keutamaan Shalat Dhuha

Telah diterangkan dalam beberapa hadits bahwa shalat Dhuha mempunyai keutamaan dan faedah yang besar, sehingga dengan tingginya keutamaan shalat Dhuha ini Rasulullah mengatakan bahwa shalat Dhuha ini adalah shalatnya para nabi, para shalihin, para shiddiqin, dan para tawwabin.

Dengan melaksanakan shalat Dhuha, maka baik sekali untuk memohon ampun, dari sisi mencari ketentraman lahir batin dalam kehidupan, dan dari sisi memohon kelapangan rizqi kepada Allah. Karena begitu pentingnya maka dianjurkan sekali untuk mengerjakan shalat Dhuha ini secara istiqamah. Yang dimaksudkan adalah mengamalkannya secara rutin setiap hari.

Berikut ini beberapa hadits yang menerangkan akan pentingnya dan keutamaan shalat Dhuha, sebagai berikut :

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad saw bersabda :

“Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang dapat mengamalkan shalat Dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan”. (HR.Turmudzi).

Dari Nuwas bin Sam’an ra. Bahwa Rasululah saw bersabda :

“Allah ‘Azza Wajallah berfirman: Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (yaitu shalat Dhuha), niscaya pasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim dan Thabrani).

Dalam kitab “An nuraini fiisylahid daraani” diterangkan bahwa Rasulullah bersabda :

“Shalat Dhuha itu mendatangkan rizqi dan menolak kefakiran, dan tidak ada yang akan memelihara shalat dhuha, kecuali orang-orang yang bertaubat.”

Dari Abi Zar r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda,

“Setiap pagi ada kewajiban untuk bersedekah untuk tiap-tiap persendian (ruas). Tiap-tiap tasbih adalah sedekah, riap-tiap tahlil adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, dan menganjurkan kebaikan serta mencegah kemungkaran itu sedekah. Cukuplah menggantikan semua itu dengan dua raka'at salat Dhuha.” (HR Muslim)


Hukum Shalat Dhuha

Hukum mengerjakan shalat Dhuha adalah sunnat muakkad (sangat dianjurkan atau dipentingkan untuk mengerjakannya). Jadi bagi seseorang yang menginginkan mendapat pahala maka hendaklah mengamalkannya, dan jika tidak maka tidak ada halangan atau tidak berdosa meninggalkannya.
Dalam suatu hadits dari Abu Said ra. Berkata :

“Rasulullah saw senantiasa shalat dhuha sampai-sampai kita mengira bahwa beliau tidak pernah meninggalkannya, tetapi kalau sudah meninggalkan sampai-sampai kita mengira bahwa beliau tidak pernah mengerjakannya.”

Dari Abu Hurairah ra. Berkata :

“Nabi saw yang tercinta memesan padaku tiga hal, yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan berwitir dulu sebelum tidur.”


Waktu Shalat Dhuha

Seperti halnya shalat-shalat yang lain, untuk mengerjakan shalat Dhuha ini ada juga ketentuan waktunya. Dan waktu untuk mengerjakan shalat Dhuha adalah dimulai saat matahari sudah naik kira-kira sepenggalah atau kira-kira setinggi 7 hasta dan berakhir di saat matahari lingsir (sekitar pukul 7 sampai masuk waktu Dhuhur), akan tetapi disunnatkan melaksanakannya di waktu yang agak akhir yaitu di saat matahari agak tinggi dan panas terik.

Dari Zaid bin Arqam ra. berkata :

“Nabi saw keluar menuju tempat ahli Quba’, di kala itu mereka sedang shalat Dhuha, lalu beliau bersabda: Ini adalah shalat orang-orang yang sama kembali kepada Allah yakni di waktu anak-anak unta telah bangkit karena kepanasan waktu dhuha (HR. Ahmad dan Muslim).


Jumlah Rakaat Shalat Dhuha

Banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan tentang jumlah rakaat dari shalat Dhuha. Tetapi dari beberapa hadits itu disimpulkan bahwa bilangan rakaat dalam shalat Dhuha itu paling sedikitnya ialah dua rakaat, dan paling banyak adalah dua belas rakaat, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw, dan Rasulullah saw sendiri mengerjakan delapan rakaat.

“Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Nabi saw yang tercinta memesan padaku tiga hal, yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan berwitir dulu sebelum tidur.” (HR. Buchori dan Muslim)

“dari Aisyah ra berkata : Rasulullah biasa melaksanakan shalat Dhuha empat rakaat, dan kadang-kadang melebihi dari itu sekehendak Allah.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah)

“Dari Anas ra berkata : Bersabda Rasulullah saw: Barangsiapa yang shalat Dhuha dua belas rakaat, maka Allah bangunkan baginya gedung di surga.”


Surat Yang Dibaca Untuk Shalat Dhuha

Berikut ini surat-surat yang dibaca dalam shalat Dhuha setelah surat Al Fatihah menurut beberapa keterangan yang ada, yaitu :

Diperbolehkan membaca surat apa saja yang dianggap mudah.

“Bacalah oleh kamu apa saja ayat yang mudah dari Al Qur’an.

          Jika dikerjakan dua rakaat, maka disunnatkan :
  • pada rakaat pertama setelah membaca Al Fatihah, membaca surat As Syamsy yaitu wasysyamsi wadldluhaaha”
  • pada rakaat kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Ad Dhuha
Jika dikerjakan lebih dari dua rakaat salam, maka yang selebihnya :

  • pada rakaat pertama membaca surat Al Kafirun, dan
  • pada rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas.

 Dari Uqbah bin Aanur berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda :

“Shalatlah dua rakaat Dhuha itu dengan membaca surat Wasy Syamsi Wadhuhaaha dan surat Wah Dhuha.”

    Jika dikerjakan dua rakaat, masing-masing sesudah membaca surat Al Fatihah :
  • pada rakaat pertama membaca ayat Kursi 10x, dan
  • pada rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas 10x.

Rasulullah saw bersabda :

Dari Anas ra. Dari Nabi saw: “Barangsiapa yang melaksanakan shalat Dhuha membaca pada rakat pertama surat Fatihah dan ayat kursi sepuluh kali serta pada rakaat yang kedua sesudah Fatihah membaca surat Al Ikhlas sepuluh kali, pasti ia mendapat keridhaan yang terbesar dari Allah.”


Tuntunan Shalat Dhuha

  1. Niat  : Ushalli sunnatadl dluhaa rak’atini lillaahi ta’aalaa.("Aku berniat shalat Dhuha dua rakaat, karena Allah ta’ala.”) 
  2. Takbiratul Ihram
  3. Doa Iftitah
  4. Surat Al Fatihah
  5.  Membaca Surat Al Qur’an (rakaat pertama Surat Asy Syams, rakaat kedua Surat Adh Dhuhaa)
  6.  Ruku
  7.  I’tidal
  8.  Sujud
  9.  Duduk diantara dua sujud
  10. Sujud kedua
  11. Duduk Tasyahud/tahiyat akhir
  12. Salam
  13. Doa selesai shalat



Wirid Untuk Rizqi

1.  Membaca Istighfar

Astagfirullahal ‘adhiimi 100x
“Saya mohon ampun kepada Allah yang maha Besar.”

              2.  Bertawassul

Tawassul adalah membaca surat Al Fatihah yang dihadiahkan atau ditujukan kepada:
a.    Rasulullah saw
b.    Syekh Abdul Qadir Jailani
c.    Syekh Hasan Syazali
d.    Kedua Orang Tua
e.    Seluruh muslimin dan muslimat

       3. Membaca Wirid

Yaa kaafii, yaa ghanii, yaa fattaah, yaa razzaq. 100x
“Wahai Dzat yang memberi kecukupan
Wahai Dzat yang memberi kekayaan
Wahai Dzat yang memberi jalan keluar
Wahai Dzat yang memberi Rizki”.

4      4. Membaca Doa

Allohumma innad dhuha’a dhuha uka, wal baha’a baha uka, wal jamala jamaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudhrota qudhrotuka, wal ismata ismatuka. Allohumma in kana rizqi fii sama’i fa’anzilhu, wain’kana fil ardhi fa akhrijhu, wa’inkana mu’ syaron fa yasyirhu, wa’in kana haroman fathohirhu, wa’inkana ba’idan faqorib’hu, bihaqi dhuha’ika, wabaha’ika, wa’jamalika, wa quwwatika, wa qudhrotika, aatini ma’ataiyta ibadakas sholihin.

“Ya Allah, bahwasannya waktu dhuha itu adalah waktuMU, dan keagungan itu adalah keagunganMU, dan keindahan itu adalah keindahanMU, dan kekuatan itu adalah kekuatanMU, dan perlindungan itu adalah perlindunganMU. Ya Allah, jika rizkiku masih di atas langit, maka turunkanlah, jika masih di dalam bumi, maka keluarkanlah, jika masih sukar, maka mudahkanlah, jika (ternyata) haram, maka sucikanlah, jika masih jauh, maka dekatkanlah, Berkat waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan dan kekuasaanMU, limpahkanlah kepada kami segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hambaMU yang sholeh.”

Alahumma yaa ghaniyyu yaa hamiidu yaa mubdi’u yaa muiidu yaa rahiimu yaa waduudu ahninii bihalaalika ‘anharaamika wakfinii bifadl lika ‘amman siwaaka washalalahu ‘alaa muhammadin wa aalihi washahbihi wasallama.

“Ya Allah, wahai Dzat yang Maha Kaya, wahai Dzat yang Maha Terpuji, wahai Dzat yang Memulai, wahai Dzat yang mengembalikan, wahai Dzat yang Maha Penyayang, wahai Dzat yang mencintai, Cukupilah kami dengan kehalalanMu, jauh dari keharamanMu, cukupilah kami dengan anugerahMu, jauh dari selain Engkau. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.”


Pelajaran Berpikir Positif dari Surat Adh-Dhuha

Surat Adh-Dhuha memberikan pengajaran dengan sangat mendalam tentang Berpikir Positif. Di lain pihak, Shalat Sunnah Dhuha banyak dianggap sebagai Shalat Sunnah mohon rezki. Lantas apa hubungan dari hal itu semua?

Arti dari Dhuha adalah saat matahari naik di pagi hari. Oleh karena itu waktu ideal melaksanakan shalat Dhuha adalah ketika matahari naik sepenggalan atau sekitar pukul 8, walaupun diperkenankan sejak matahari mulai terbit (sekitar pukul 6.00 s.d 6.30).

Surat ini dimulai dengan qasam (sumpah) dengan huruf wâw (و) dan dhuhâ (ضُحَى) sebagai muqsamu bih-nya (مُقْسَمٌ بِهِ, obyek yang digunakan untuk bersumpah). Pendapat yang berlaku di kalangan ulama terdahulu mengatakan bahwa sumpah al-Qur’an dengan wâw mengandung makna pengagungan terhadap muqsamu bih (مُقْسَمٌ بِهِ). Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa sumpah Allah dengan sebagian makhluk-Nya menunjukkan bahwa ia termasuk tanda-tanda kekuasaan-Nya yang besar. Menurut Muhammad Abduh, sumpah dengan dhuhâ (cahaya matahari di waktu pagi) dimaksudkan untuk menunjukkan pentingnya dan besarnya kadar kenikmatan di dalamnya. Berarti pada saat matahari naik di pagi hari (Dhuha) dan pada saat sunyinya malam ada rahasia penting tentang nikmat Allah di dalamnya.

Mari kita renungkan satu persatu lanjutan ayat-ayatnya.

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ

“Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu”

Para mufassir sepakat bahwa latar belakang turunnya surat ini adalah keterlambatan turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW Keadaan ini dirasakan berat oleh Rasul, sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa Muhammad SAW telah ditinggalkan oleh Tuhan nya dan dibenci-Nya.

Ayat ini memberikan taujih (arahan) kepada Rasulullah SAW agar tetap berpikir positif kepada Allah SWT, dan tidak menduga-duga hal negatif atau hal buruk seperti yang ada di pikiran orang-orang munafik dan musyrik.

وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ ۚ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ

“dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk…” (QS. 48 ayat 6)

Jika pun hidup kita berjalan tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Yakinlah hari-hari kemudian akan lebih baik dari hari-hari sekarang dan hari-hari yang telah lalu.

وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ

“Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)”

Berprasangka baiklah Allah SWT akan memberikan karunia dan rahmat yang besar di hari-hari esok, dan JANGAN BERPUTUS ASA!

اِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْفَأَلَ و يَكْرَهُ التَّسَاؤُم

“Sesungguhnya Allah mencintai sikap optimis dan membenci sikap putus asa” (Hadits)

Kalaupun sepanjang hidup kita di dunia selalu dalam kesulitan dan kesempitan, kita tetap berpikir positif bahwa kelimpahan dan kenikmatan akan Allah berikan kepada kita di Hari Akhirat. Maka orang yang bisa berpikir positif seperti itu, tetap tersenyum bahagia dalam menjalankan kehidupan sulitnya di dunia.

وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ

“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”

Optimis dan yakin berjumpa Allah di hari Akhir nanti dan mendapatkan limpahan karunia-Nya yang tak terkira, sungguh akan memuaskan hati kita. Karunia Allah kepada penduduk dunia seperti air menetes dari jari yang dicelupkan ke lautan, dibandingkan karunia Allah di hari Akhirat yang seluas lautan itu sendiri.

Bagaimana agar kita selalu berpikir positif? Ingatlah semua nikmat-nikmat Allah yang jika kita hitung tentu tidak akan sanggup.

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ, وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ, وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?”

Ingat, renungkan rasakan betapa luas nikmat Allah kepada kita. Apa nikmat Allah yang paling Anda syukuri? Di antaranya adalah, Anda bisa melihat tulisan ini, yang melibatkan kerja milyaran sel, prajurit-prajurit Allah SWT. Bagaimana jika sel-sel itu tidak bekerja?

Yuk kita bersyukur dengan lisan, pikiran dan perasaan. Nikmat sekecil apapun! Dengan lisan ucapkan “Alhamdulillah”, didukung dengan pikiran dan perasaan kita. Sampaikan rasa terima kasih tak berhingga seperti seorang pengemis yang berhari-hari kekurangan makan dan diberi makan oleh seorang kaya, seperti seorang pasien yang sudah berbulan-bulan menderita sakit dan disembuhkan dengan bantuan seorang dokter. Yang Allah berikan kepada kita lebih dari orang kaya dan dokter tersebut di atas, namun mengapa kita lupa mengucapkan terima kasih kepada-Nya? Pantas jika Allah belum menambah nikmat kepada kita, nikmat-nikmat yang lalu saja belum kita syukuri sebagaimana mestinya.

Kalaupun ada kesulitan dan kekurangan dalam hidup kita, tetap saja karunia dan kelimpahan dari Allah masih jauh lebih besar. Lihatlah ke bawah, orang-orang yang lebih susah dari kita, lebih sakit dari kita, lebih miskin dari kita. Jangan selalu melihat ke atas. Melihat ke bawah akan menghaluskan jiwa, melembutkan perasaan, menghidupkan syukur dan mengobati stress, ketidakpuasan dan putus asa.

Setelah bersyukur dengan lisan, pikiran dan perasaan, syukur sejati adalah syukur dengan ‘amal.

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ, وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ

“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”

Seorang yang bersyukur akan memanfaatkan nikmat-nikmat yang diperolehnya untuk ibadah, amal shalih, dan perbuatan baik terhadap sesama. Itulah yang dimaksud dalam ayat pamungkas surat ini :

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. 

Wallahu a’lam.


Diambil dari berbagai sumber.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar